Pada
tanggal 1 Januari 1801, seorang ahli astronomi dari Italia, Giuseppe Piazzi,
menemukan sebuah obyek tak dikenal di ruang angkasa. Semula ia mengira obyek
itu adalah komet, tetapi setelah orbitnya diteliti lebih lanjut ternyata
obyek
tersebut justru sangat mirip dengan planet. Planet mini ini kemudian dinamai
Ceres, mengikuti nama seorang dewi dari Sisilia, Italia. Keberadaan planet mini
di antara orbit Mars dan Jupiter ini sudah dapat diprediksi sejak tahun 1772
ketika seorang ahli matematika, Johann Titus, yang bekerja sama dengan ahli
astronomi, Johann Bode, berhasil merumuskan persamaan matematika yang
menentukan jarak planet-planet terhadap matahari. Persamaan matematika ini
memprediksi adanya sebuah planet yang mengorbit pada jarak 2,8 AU dari
matahari. 1 AU (Astronomical Unit) atau 1 satuan astronomi merupakan jarak
rata-rata planet Bumi terhadap matahari, yaitu sekitar 1,5.108 km.
Beberapa
tahun berikutnya ditemukan pula planet-planet mini lainnya yang mirip dengan
Ceres, di antaranya Pallas, Vesta, dan Juno. Semua planet mini tersebut
mengorbit di antara orbit Mars dan Jupiter. Planet-planet ini tidak bisa
disebut sebagai planet yang sebenarnya karena ukurannya terlalu kecil untuk
dikategorikan sebagai planet. Planet-planet minor ini kemudian disebut sebagai
Asteroid, yang menunjukkan kemiripannya dengan bintang. Penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa asteroid merupakan sisa-sisa planetismal, yaitu penyusun awal
sistem tatasurya. Planetismal kemudian perlahan-lahan membentuk planet, tetapi
hancur sebelum prosesnya selesai. Peristiwa penghancuran ini disebabkan oleh
gaya tarik gravitasi Jupiter yang sangat besar (Jupiter adalah planet terbesar
dalam sistem tatasurya kita). Planet yang hancur ini akhirnya menjadi
batu-batuan kecil yang tersebar di seluruh tatasurya kita. Teori lain
menyatakan bahwa planetismal tidak pernah benar-benar berhasil membentuk planet
karena alasan yang masih belum diketahui. Saat ini sudah ditemukan lebih dari
20.000 asteroid yang tersebar antara orbit Bumi sampai di luar orbit Saturnus.
Ternyata sebagian besar dari asteroid itu berkumpul dan mengorbit di antara
Mars dan Jupiter, pada jarak sekitar 2,1-3,2 AU dari matahari dan membentuk
semacam sabuk yang dikenal sebagai Asteroid Belt. Total massa dari semua
asteroid ini lebih kecil dari massa bulan karena jika semua asteroid disatukan,
diameternya tidak mencapai 1.500 km atau masih lebih kecil dari setengah
diameter bulan. Ceres merupakan asteroid terbesar dengan radius sekitar 457 km.
Kadang-kadang
ada asteroid ‘nyasar’ yang mengorbit sangat dekat dengan bumi sehingga ada
resiko terjadinya tabrakan. Peristiwa tertabraknya bumi oleh asteroid sangat
sering menarik perhatian para pembuat film yang selalu menjadikannya cerita
fiksi ilmiah yang sangat menarik ditonton, seperti film Armageddon dan Deep
Impact. Masyarakat pun jadi mudah terpengaruh oleh cerita-cerita film tersebut
sehingga kepanikan sering terjadi setiap kali ada berita mengenai asteroid yang
mengorbit sangat dekat dengan bumi. Sebenarnya kemungkinan terjadinya tabrakan
dengan asteroid ini sangat kecil karena asteroid ‘nyasar’ yang mengarah ke bumi
biasanya langsung tertarik oleh gravitasi Jupiter sehingga hancur menjadi
batu-batu kecil. Gravitasi Jupiter ini bagaikan penjaga kita dari bahaya
kehancuran akibat peristiwa tabrakan dengan asteroid. Sesungguhnya asteroid
merupakan sumber daya alam yang sangat kaya dan bisa dimanfaatkan. Kita
seharusnya jangan menganggap asteroid sebagai sumber bencana dan kehancuran
yang terus mengancam kita, tetapi justru melihat asteroid sebagai ‘tambang
emas’.
Asteroid
mengandung sejumlah mineral dan logam yang bernilai trilyunan dolar. Orbit
asteroid yang tidak terlalu jauh dari bumi ini memperbesar kemungkinan
dilakukannya penambangan mineral dan logam berharga itu. Kandungan mineral dan
logam pada asteroid sangat bervariasi. Secara umum, asteroid dikelompokkan
dalam tiga kategori: asteroid tipe C (Carbonaceous), tipe S (Silicaceous), dan
tipe M (Metallic). Sekitar 75% asteroid yang sudah ditemukan merupakan asteroid
tipe C yang diduga mengandung karbon. Asteroid tipe ini memiliki komposisi kimia
yang sangat mirip dengan matahari, hanya saja asteroid ini tidak mengandung gas
hidrogen, helium, dan gas-gas volatil lainnya. Orbit asteroid tipe C terletak
di bagian luar sabuk utama.
Asteroid
tipe S mendominasi bagian dalam sabuk. Ada sekitar 17% asteroid yang termasuk
dalam kategori ini. Asteroid ini dua kali lebih terang dari asteroid tipe C.
Kandungan mineralnya meliputi logam besi, nikel, besi silikat, dan magnesium
silikat.
Sebagian
besar asteroid yang tidak termasuk tipe C dan tipe S merupakan asteroid tipe M.
Sisanya adalah asteroid-asteroid yang sangat unik dan jarang ditemukan
(jumlahnya sangat sedikit). Asteroid tipe M banyak mengorbit pada bagian tengah
sabuk. Asteroid tipe ini tersusun dari logam besi dan nikel.
Pengetahuan
mengenai kandungan mineral dan logam pada asteroid ini didapatkan melalui
spektroskopi teleskopik. Dengan metode ini, cahaya yang dipantulkan oleh
asteroid dapat dianalisa spektrumnya sehingga bisa memberi informasi tentang
komposisi asteroid. Pada beberapa asteroid, ditemukan pula jejak yang
menunjukkan adanya kandungan air, oksigen, emas, dan bahkan platina! Sebuah
asteroid yang berdiameter 1 km memiliki massa sekitar 2 milyar ton. Di dalam
asteroid tersebut terkandung sekitar 30 juta ton nikel, 1,5 juta ton kobalt, dan
7.500 ton platina! Jika hanya platinanya saja yang bisa ditambang, nilainya
sudah melebihi 150 milyar dolar Amerika! Asteroid dengan diameter 1 km semacam
ini banyak tersebar di seluruh Asteroid Belt. Benar-benar tambang emas!
Untuk
melaksanakan penambangan mineral dan logam yang terkandung dalam asteroid, kita
membutuhkan bantuan teknologi yang paling canggih dan paling baik. Yang pertama
harus dibangun adalah pesawat ruang angkasa yang bisa membawa para pekerja
mendarat dengan selamat dan mulus di permukaan asteroid. Hal ini seharusnya
bisa disiapkan dengan mudah karena manusia sudah pernah berhasil mendarat di
bulan, padahal ada beberapa asteroid yang orbitnya lebih dekat ke bumi
dibanding orbit bulan. Ini berarti kebutuhan bahan bakar untuk mengirimkan pesawat
ke asteroid yang dekat dengan bumi itu jauh lebih kecil dari bahan bakar yang
digunakan untuk mengirim pesawat ke bulan. Pesawat ruang angkasa yang ekonomis
pun harus dibuat supaya bisa sering dikirimkan untuk membawa cadangan makanan
dan minuman bagi para pekerja, serta mengangkut peralatan-peralatan yang
dibutuhkan untuk proses penambangan. Sesudah proses penambangan selesai, hasil
tambang dapat dikirim kembali ke bumi menggunakan pesawat yang sama. Air yang
terkandung dalam asteroid dapat diuraikan menjadi gas hidrogen dan oksigen yang
kemudian digunakan sebagai bahan bakar roket pendorongnya. Peralatan
pertambangannya bisa dikirim ke asteroid berikutnya yang akan ditambang (tidak
perlu dikembalikan ke bumi supaya bisa menghemat waktu dan biaya).
Masa
depan penambangan asteroid banyak didukung oleh cita-cita manusia untuk
membangun koloni di planet lain. Planet Mars merupakan planet yang paling
banyak diincar sebagai tempat tinggal kedua setelah bumi. Untuk membangun
koloni di Mars, kita harus membangun berbagai fasilitas untuk mendukung
kehidupan manusia di sana. Jika kita harus mengirimkan peralatan dan
bahan-bahan yang diperlukan dari bumi menuju Mars, biaya yang dikeluarkan
sangat besar karena jarak antara bumi dengan Mars bisa mencapai 7,8.107 km. Ini
sama sekali tidak efisien dan tidak ekonomis. Padahal asteroid yang banyak
tersebar di tatasurya kita itu mengandung semua bahan yang dibutuhkan untuk
membangun berbagai konstruksi di Mars. Biaya yang dikeluarkan untuk menambang
asteroid memang mahal, tetapi biaya ini tetap jauh lebih murah dibanding biaya
yang harus dikeluarkan jika semua bahan harus dikirimkan dari bumi ke Mars
maupun ke bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar